Dua pekan belakangan ini saya berkesempatan belajar menulis cerita anak yang diselenggarakan oleh Rumbel Literasi (Rumlit) Ibu Profesional Bekasi. Saya lihat-lihat, saya belum pernah menulis untuk kategori Menulis dan Blogging kecuali big why ngeblog dan riset keyword untuk blog ya. Jadi, tulisan ini juga bertujuan untuk melengkapi dokumentasi perjalanan saya belajar menulis.
Menulis cerita anak ini dimentori oleh Kak Zya Verani, penulis dan editor yang sudah malang melintang. Salah satu buku yang disunting dan beberapa ceritanya ditulis oleh beliau adalah Jelajah Dunia Islam. Untuk membaca reviewnya bisa lihat di sini ya.
Saya selalu merasa menulis cerita anak itu tidak semudah kelihatannya. Tentang penentuan tema yang mesti klik dengan anak-anak, bahasa yang pas, panjang kalimat yang tidak terlalu panjang, dan lain sebagainya. Karenanya, saya excited ketika Rumlit IP Bekasi mengadakan kelas menulis cerita anak, salah satu yang ingin saya pelajari di tahun ini.
Dalam tulisan ini saya bagikan pengalaman saya mengikuti kelas tersebut. Pastinya akan berbeda hadir langsung di kelas dibandingkan dengan membaca pengalaman seperti ini. Walaupun begitu, semoga tulisan ini cukup bermanfaat untuk kamu yang ingin tahu gambaran umum menulis cerita anak ya. Enjoy!
Daftar Isi
Menentukan Target Pembaca Cerita Anak
Seperti menulis cerita pada umumnya, pertama-tama kita perlu menentukan siapa target pembaca cerita kita. Anak-anak mempunyai kelas usia yang agak banyak dan cukup signifikan bedanya.
Kak Zya mengatakan, pada umumnya kelas usia pembaca anak-anak terbagi menjadi 4 kelas:
Kelas Usia 2-6 Tahun
Kelas usia ini diisi oleh anak-anak prasekolah hingga duduk di bangku SD kelas 1. Biasanya, anak-anak kelas usia ini lebih menyukai buku dengan ilustrasi yang dominan atau sekitar 70% ilustrasi dibandingkan dengan tulisan. Tulisan yang ada lebih sedikit dan menggunakan bahasa yang sederhana.
Saya lihat, buku-buku untuk kelas usia ini banyak juga yang hard cover mengingat anak-anak rentang usia tersebut mempunyai kecenderungan eksplorasi dengan merobek buku. (Mana suaranya Ibu-ibu yang puyeng habis beli buku anak lalu ga lama kemudian habis dirobek bocah??)
Kelas Usia 7-11 Tahun
Kelas usia 7-11 tahun diisi oleh anak-anak yang biasanya duduk di bangku Sekolah Dasar. Rentang usia ini mulai menyukai lebih banyak tulisan dibandingkan kelas usia 2-6 tahun. Komposisi tulisan dan ilustrasi berimbang. Tema cerita yang diminati lebih bervariatif. Menurut Kak Zya, cerita dengan tema agak rumit dan mengeksplorasi daya nalar lebih disukai.
Contoh bacaan untuk kelas usia ini misalnya komik, majalah anak, tulisan nonfiksi bertema sains yang dilengkapi ilustrasi, cerita nonfiksi petualangan, dan lain-lain.
Kelas Usia 11-12 Tahun
Kak Zya menyebut kelas usia 11-12 tahun sebagai kelas usia tanggung. Pada kelas usia ini, sebagian anak ada yang masih senang membaca cerita anak-anak, namun sebagian lainnya sudah mulai berpindah mencari cerita atau tulisan yang lebih menantang. Karenanya, muncul genre baru berupa novel anak ringan sebelum first novel. Novel anak ringan biasanya bertema detektif, sains, islami, dan lain sebagainya.
Kelas Usia 12-15 Tahun
Kelas usia 12-15 tahun berisi anak-anak yang transisi dari anak-anak ke remaja. Rentang usia ini biasanya sudah tidak tertarik dengan cerita bergambar dan mulai menyukai tulisan yang lebih kompleks. Pada suatu penerbit, ada lini khusus yang mengeluarkan novel anak ringan atau first novel untuk kelas usia ini. Novel anak pada rentang usia ini biasanya membahas seputar dunia anak kekinian, bahkan juga perihal psikologi untuk anak-anak di rentang usia pra remaja. Misal, novel yang bercerita tentang pengalaman haid pertama.
Menentukan Tema Cerita Anak
Dalam menentukan tema cerita anak, bisa juga diadopsi untuk menulis cerita lainnya, sebaiknya bersifat unik, tidak pasaran, dan juga logis. Yang sering ditanyakan: bagaimana cara mendapatkan ide?
Kak Zya memberikan beberapa tips untuk mendapatkan ide tema cerita. Pertama, buka panca indera. Kita diminta lebih peka pada apa-apa yang ditangkap oleh panca indera. Kak Zya memberikan beberapa contoh ide cerita yang bisa diolah sebagai hasil dari mengasah kepekaan panca indera. Salah satunya adalah ketika melihat balita yang bertengkar bisa menjadi tema cerita tentang cara berdamai dengan saudara.
Tips kedua adalah berinterkasi dengan orang lain. Dari sebuah obrolan bisa menjadi sebuah ide cerita loh, percaya gak? Interaksi dengan orang lain ini juga bisa digunakan sebagai riset untuk memperdalam tema yang nanti sudah ditentukan.
Tips ketiga dalam menentukan tema cerita adalah mengadopsi cerita rakyat. Bukan meniru plek ketiplek ya. Misal, terinspirasi dari cerita Malin Kundang lalu bisa ditiru dan dimodifikasi sesuai konteks jaman kekinian.
Untuk lebih mudahnya, tema bisa dituliskan dalam satu kalimat premis yang mencakup tokoh dan konflik di dalamnya. Contoh premis: Riko mencari kucingnya yang hilang, Raisa bisa memakai baju sendiri, dsb.
Riset sebelum Menulis Cerita Anak
Riset ini perlu dilakukan agar cerita yang dihasilkan cukup logis dan tidak ada plot hole. Apa itu plot hole? Plot hole bisa diartikan ketidaksesuaian dalam cerita. Kak Zya memberikan contoh sebuah cerita fabel dengan tokoh seekor jerapah. Dikarenakan kurangnya riset, penulis menceritakan sebuah kejadian di mana jerapah tidak bisa menggapai daun di atas pohon. Ini contoh plot hole. Bagaimana bisa jerapah yang lehernya panjang tidak bisa menggapai daun di atas pohon? Kecuali, pohon yang dimaksud tinggi sekali.
Membentuk Karakter Tokoh
Setelah menentukan tema, kita bisa membentuk karakter tokoh. Untuk cerita anak, tokoh yang digunakan tidak banyak atau sekitar 2-5 tokoh dengan 2 tokoh yang menonjol. Berbeda dengan cerita anak, novel anak bisa menghadirkan lebih banyak tokoh pemeran pembantu.
Untuk menguatkan cerita dan juga memberikan kesan pada pembaca, kita perlu membentuk karakter tokoh dengan sedetail mungkin. Untuk cerita anak, karakter tokoh tidak perlu terlalu detail, tapi sebaiknya memiliki ciri unik dan menonjol yang mudah diingat oleh pembaca. Yang juga penting, pastikan karakter tokoh yang dibuat konsisten agar tidak membingungkan pembaca.
Masih menurut kak Zya, penentuan tokoh dalam menulis cerita anak setidaknya memenuhi 3 aspek berikut:
- Fisik –> gambaran fisik tokoh. Misal, hidung yang mancung, mata bulat, rambut keriting, dsb.
- Psikologi –> bisa berupa sifat atau karakter tokoh. Misal, ramah, sabar, senang bersih-bersih, dsb.
- Sosiologi –> kondisi sosial tokoh. Misal, anak dari orang tua yang bagaimana, tinggal di mana, dsb.
Agar lebih nyaman dibaca, penggambaran tokoh ini sebaiknya tidak ditumpuk pada suatu paragraf melainkan diceritakan tersebar dalam cerita.
Pengembangan Cerita
Setelah menentukan tema, penokohan, dan membuat premis (tokoh + konflik), maka kita bisa mengembangkan cerita.
Berawal dari premis, cerita bisa diisi dengan kegiatan atau kejadian ya g mendukung premis. Penulis disarankan untuk tidak menulis hal-hal atau kegiatan yang monoton agar pembaca tidak bosan.
Buka cerita dengan prolog yang menarik dan tidak mengagetkan. Penulis bisa mengantar dengan sebelum masuk ke konflik atau bisa langsung dibuka dengan konflik cerita agar penulis bisa segera mendapatkan perhatian pembaca.
Setelah konflik dimunculkan, tawarkan solusi yang logis atas konflik yang ada. Solusi sebaiknya tidak muluk-muluk dan mudah dicerna.
Setelah diceritakan solusi dari konflik yang ada, masukkan resolusi cerita atau pesan yang ingin disampaikan setelah menyelesaikan konflik. Untuk cerita anak, cukup satu pesan saja yang ingin disampaikan agar fokus dalam menulis cerita. Pesan sebaiknya tidak terang-terangan disebutkan agar tidak timbul kesan menggurui.
Selesai deh. Kira-kira begitu ya alur menulis cerita anak. Jika kamu serius belajar menulis cerita anak, sebaiknya kamu ikut kelas dan belajar langsung dengan gurunya. Karena memang berbeda sekali hadir langsung dibandingkan dengan membaca pengalaman seseorang seperti ini. Di kelas ini, saya dan teman-teman juga praktik membuat cerita anak dan direview oleh Kak Zy. Interaksi seperti ini cuma bisa kamu dapatkan kalau kamu ikut langsung di kelas menulis cerita anak.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kamu ya!
Hwah ilmu banget nih kak indah, saya belum bisa menulis cerita anak, susah-susah gampang kayanya
Naaaaais.