Setelah membaca buku Girls in the Dark karya Akiyoshi Rikako (reviewnya bisa dibaca di sini ya), saya jadi memiliki ketertarikan tersendiri dengan buku karya penulis Jepang. Ketertarikan tersebut seolah mencari jalan. Beberapa waktu lalu, saya mendengarkan podcast bukukutu yang membahas tentang review buku kumpulan cerpen berjudul Sengkarut yang merupakan kumpulan cerpen terjemahan dari bahasa Jepang. Entah karena cara Adit bercerita atau memang pada dasarnya saya tertarik membaca cerpen, jadilah saya mencari toko buku online di market place yang menjual Sengkarut. Singkat cerita, buku ini akhirnya hadir di sini bersama saya setelah diantar oleh Bapak Kurir. Setelah 2 hari membaca (sebenarnya bisa diselesaikan dalam sekali duduk), saya mencoba menuliskan review Sengkarut di sini. Semoga bermanfaat buat kamu ya!
Daftar Isi
Enam Cerpen Klasik karya Penulis Jepang
Sengkarut terdiri dari enam cerpen klasik karya empat penulis Jepang.
Malaikat Permen Coklat karya Ogawa Mimei
Di bagian awal disajikan cerpen berjudul Malaikat Permen Coklat karya Ogawa Mimei. Alurnya terasa agak lambat menggambarkan perjalanan malaikat-malaikat pada bungkus permen coklat. Permen-permen coklat yang sudah diproduksi di pabrik didistribusikan hingga ke tangan konsumen akhir (pemakan permen).
Cerita ini terasa sederhana tapi penuh makna. Proses perjalanan permen coklat yang begitu panjang terkadang tidak berbalas dengan baik kala seseorang memakan permen dengan tidak penuh pemaknaan.
Lemon karya Kajio Motojiro
Lemon karya Kajii Motojiro ini cukup menarik. Tentang kegelisahan seseorang akan sesuatu yang bisa terobati dengan lemon, bahkan dengan cara yang unik! Saya membayangkan toko buku yang berwarna hitam-putih-suram lalu ada sebuah yang kuning sebagai penerang yang tidak mencolok. Lemon yang mendinginkan.
Rumput Racun karya Edogawa Ranpo
Cerita pendek ketiga yang disajikan Sengkarut ini adalah Rumput Racun karya Edogawa Ranpo. Membaca penjelasan ‘aku’ tentang rumput racun, saya tiba-tiba teringat rumput fatima, apakah sama? Anyway, ini cerpen berkisah tentang rumput racun yang menurut ‘aku’ efektif untuk mengontrol angka kelahiran penduduk jepang. Lalu, terjadilah kejadian aneh beruntun pada tetangga ‘aku’. Ceritanya agak dark tapi memikat!
Di Bawah Pohon Sakura karya Kajii Motojiro
Cerpen ke-4 ini juga cukup menarik! Mengisahkan penuturan orang pertama tentang pengalamannya menemukan bangkai puluhan ribu lalat capung. Dari pengalaman tersebut, ia seperti terinspirasi melakukan hal-hal gila lainnya.
Sungguh ide cerita yang kok-bisa-sih-mikir-begitu!
Bunyi Misterius karya Natsume Soseki
Cerita pendek ini jujur bikin merinding sih! Padahal saya bacanya siang hari, tapi kebayang setting tempat Rumah Sakit yang sepi lalu ada suara memarut sesuatu. Hii! Saya ikut lega ketika si tokoh dalam cerita sembuh dan meninggalkan rumah sakit. Eh tapi, dia kembali lagi dan mendapat jawaban atas suara misterius yang ia dengar tempo hari.
Kursi Manusia karya Edogawa Ranpo
Cerita terakhir ini sekaligus cerita kedua dari Edogawa Ranpo di buku Sengkarut. Berkisah tentang sebuah surat yang sampai kepada seorang penulis wanita. Isi surat menceritakan tentang sebuah pengakuan (?) dari seseorang yang mempunyai relasi yang aneh dengan kursi.
Cerita ini gong banget sih ditaruh di akhir. Menegangkan, aneh, dan jangan lupa tentang plot twist! Kursi Manusia ini cerpen favorit saya dari buku ini!
Sengkarut yang Bikin Perasaan Carut Marut
Setidaknya begitu ya perasaan saya setelah membaca tuntas buku tipis ini. Awalnya saya kira pemilihan nama Sengkarut untuk keenam cerpen ini berarti sebuah gado-gado cerita yang tidak bisa ditentukan benang merahnya. Tapi bukan, saya kira Sengkarut ini lebih dekat pada kegelisahan yang lekat pada tiap cerita.
Kegelisahan terasa pekat ketika membaca Lemon. Saya bisa merasakan perasaan yang tidak enak yang begitu menyesakkan dada si tokoh. Selain Lemon, kegelisahan juga mewarnai tokoh ‘aku’ di cerita Rumput Racun yang menduga penjelasannya tentang rumput dicuri dengar oleh tetangganya.
Bunyi Misterius pun mengedepankan kegelisahan atas bunyi yang entah apa. Begitu juga dengan Kursi Manusia yang mana si pengirim surat merasa gelisah dan bersalah tentang sebuah kelakuan tidak biasa yang dilakukannya. Kegelisahan menuntunnya menulis surat, bukan?
Sang tokoh pada Di Bawah Pohon Sakura pun saya kira merasa gelisah. Ia kagum dengan sangat setelah menemukan bangkai puluhan serangga yang menyerupai cahaya. Kekaguman yang melahirkan kegelisahan dan perlu penyaluran.
Bagaimana dengan Malaikat Permen Coklat? Ya memang sekilas cerita ini cenderung aman tanpa perasaan yang bergolak ketika membacanya. Tapi cerita ini seperti dipicu dari kegelisahan kurangnya pemaknaan akan proses sesuatu, ya ga sih? Ya kira-kira gitu ya yang saya tangkap dan resapi.
Akhirnya, perasaan saya carut marut setelah membaca buku ini. Seperti ikut juga tertular beragam kegelisahan yang disajikan.
Kualitas Terjemahan yang Apik
Yang menarik perhatian saya ketika akan memulai membaca setiap cerita adalah ada nama penerjemah di bawah nama penulis. Total ada 3 penerjemah dari 6 cerita. Kualitas terjemahannya juga bagus. Terjemahan tidak kaku dan enak dibaca.
Saya bahkan mencatat beberapa kata baku yang baru saya ketahui. Saya sebutkan beberapa ya: berserobok (saya kira ini bahasa daerah minang, ternyata kata baku bahasa Indonesia!) yang artinya berpapasan, kewaskitaan yang artinya ketajaman penglihatan, risi (alih-alih risih), dan kandelir.
Saya ucapkan terima kasih kepada Asri Pratiwi Wulandari, Armania Bawon Kresnamurti, dan Mega Dian P atas terjemahan yang apik. Di bagian belakang buku ada ulasan singkat tentang para penerjemah juga loh.
Desain Sampul Buku yang Powerful
Desain sampul bukunya memasukkan berbagai gambar yang merepresentasikan masing-masing cerita. Ada buah lemon, malaikat, coklat, kursi, pohon Sakura, dan simbol lainnya. Gambar-gambar tersebut berserakan menjadi semesta tertentu. Semesta Sengkarut kali ya.. wkwkwk. Warna hitam sebagai latar memperkuat pesan semesta Sengkarut ini. Cakep dah!
Sedikit Ganjalan tentang Sengkarut
Keseluruhan ceritanya bagus, terjemahannya juga oke punya, tapi saya rasa masih ada yang kurang. Saya termasuk yang suka membaca keta pengantar sebuah buku. Jujur, saya sedikit penasaran atas alasan Penerbit Mai memilih keenam cerita pendek ini. Pasti ada pertimbangan yang menarik di belakangnya, kan?
Sebenarnya ada secuplik tulisan penerbit di bagian belakang buku tentang keseruan proses kurasi cerpen, tapi saya masih ingin membaca sedikit lebih lengkapnya. Banyak mau ya? Hehehe.
Simpulan Review Sengkarut
Ini buku tipis tapi pada makna. Layak baca! Terima kasih kepada Penerbit Mai yang sudah mengeluarkan buku mengesankan seperti ini.
- Judul Buku: Sengkarut
- Penulis: Natsume Soseki, Edogawa Ranpo, Kajii Motojiro, Ogawa Mimei
- Penerbit: Penerbit Mai
- Tahun Cetak: November 2020 (cetakan pertama)
- Jumlah Halaman: 100 halaman
- Jenis Buku: Fiksi (Kumpulan Cerpen)
Segitu dulu ya. Semoga review Sengkarut yang sederhana ini bisa memberikan tambahan insight buat kamu
Dadaku berdebar-debar ketika baca ulasan buku ini. Hiks
😁